Cari Blog Ini

Selasa, 02 Februari 2010

Nasehat Qur'an dan Hadist: Perjalanan Ruh

Nasehat Qur'an dan Hadist's Notes

Perjalanan Ruh
Share
Tuesday, August 4, 2009 at 10:24pm
Sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, Al-Bara` bin ‘Azib radhiyallahu 'anhu berkisah,

“Kami keluar bersama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk mengantar jenazah seorang dari kalangan Anshar. Kami tiba di pemakaman dan ketika itu lahadnya sedang dipersiapkan. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam duduk. Kami pun ikut duduk di sekitar beliau dalam keadaan terdiam, tak bergerak. Seakan-akan di atas kepala kami ada burung yang kami khawatirkan terbang. Di tangan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ketika itu ada sebuah ranting yang digunakannya untuk mencocok-cocok tanah.
Mulailah beliau melihat ke langit dan melihat ke bumi, mengangkat pandangannya dan menundukkannya sebanyak tiga kali. Kemudian bersabda,
“Hendaklah kalian meminta perlindungan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dari adzab kubur,” diucapkannya sebanyak dua atau tiga kali, lalu beliau berdoa,
“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari adzab kubur,” pinta beliau sebanyak tiga kali.

Setelahnya beliau bersabda,
“Sesungguhnya seorang hamba yang mukmin apabila akan meninggalkan dunia dan menuju ke alam akhirat, turun kepadanya para malaikat dari langit. Wajah-wajah mereka putih laksana mentari. Mereka membawa kain kafan dan wangi-wangian dari surga. Mereka duduk dekat si mukmin sejauh mata memandang. Kemudian datanglah malaikat maut 'alaihissalam hingga duduk di sisi kepala si mukmin seraya berkata,
“Wahai jiwa yang baik, keluarlah menuju ampunan dan keridhaan dari Allah Subhanahu wa Ta'ala.”
Ruh yang baik itu pun mengalir keluar sebagaimana mengalirnya tetesan air dari mulut wadah kulit. Malaikat maut mengambilnya.
(Dalam satu riwayat disebutkan: Hingga ketika keluar ruhnya dari jasadnya, seluruh malaikat di antara langit dan bumi serta seluruh malaikat yang ada di langit mendoakannya. Lalu dibukakan untuknya pintu-pintu langit. Tidak ada seorang pun malaikat yang menjaga pintu malaikat kecuali mesti berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala agar ruh si mukmin diangkat melewati mereka).

Ketika ruh tersebut telah diambil oleh malaikat maut, tidak dibiarkan sekejap matapun berada di tangannya melainkan segera diambil oleh para malaikat yang berwajah putih.
Mereka meletakkan/membungkus ruh tersebut di dalam kafan dan wangi-wangian yang mereka bawa. Dan keluarlah dari ruh tersebut wangi yang paling semerbak dari aroma wewangian yang pernah tercium di muka bumi.
Kemudian para malaikat membawa ruh tersebut naik. Tidaklah mereka melewati sekelompok malaikat kecuali mesti ditanya,
“Siapakah ruh yang baik ini?”
Para malaikat yang membawanya menjawab,
“Fulan bin Fulan,”
disebut namanya yang paling bagus yang dulunya ketika di dunia orang-orang menamakannya dengan nama tersebut.
Demikian, hingga rombongan itu sampai ke langit dunia. Mereka pun meminta dibukakan pintu langit untuk membawa ruh tersebut.
Lalu dibukakanlah pintu langit. Penghuni setiap langit turut mengantarkan ruh tersebut sampai ke langit berikutnya, hingga mereka sampai ke langit ke tujuh.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
“Tulislah catatan amal hamba-Ku ini di ‘Illiyin dan kembalikanlah ia ke bumi karena dari tanah mereka Aku ciptakan, ke dalam tanah mereka akan Aku kembalikan, dan dari dalam tanah mereka akan Aku keluarkan pada kali yang lain.”

Si ruh pun dikembalikan ke dalam jasadnya yang dikubur dalam bumi/tanah.
Maka sungguh ia mendengar suara sandal orang-orang yang mengantarnya ke kuburnya ketika mereka pergi meninggalkannya.
Lalu ia didatangi dua orang malaikat yang sangat keras hardikannya, keduanya menghardiknya, mendudukkannya lalu menanyakan padanya,
“Siapakah Rabbmu?”
Ia menjawab, “Rabbku adalah Allah Subhanahu wa Ta'ala.”
Ditanya lagi, “Apa agamamu?”
“Agamaku Islam,” jawabnya.
“Siapakah lelaki yang diutus di tengah kalian?” tanya dua malaikat lagi
“Dia adalah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam,” jawabnya
“Apa amalmu?” pertanyaan berikutnya
“Aku membaca Kitabullah, lalu aku beriman dan membenarkannya,” jawabnya.

Ini adalah fitnah/ujian yang akhir yang diperhadapkan kepada seorang mukmin.
Dan Allah Subhanahu wa Ta'ala mengokohkannya sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya:
يُثَبِّتُ اللهُ الَّذِينَ آمَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي اْلآخِرَةِ

“Allah menguatkan orang-orang yang beriman dengan ucapan yang tsabit/kokoh dalam kehidupan dunia dan dalam kehidupan akhirat.” (Ibrahim: 27)

Terdengarlah suara seorang penyeru dari langit yang menyerukan,
“Telah benar hamba-Ku. Maka bentangkanlah untuknya permadani dari surga. Pakaikanlah ia pakaian dari surga, dan bukakan untuknya sebuah pintu ke surga!”

Lalu datanglah kepada si mukmin ini wangi dan semerbaknya surga serta dilapangkan baginya kuburnya sejauh mata memandang.
Kemudian ia didatangi oleh seseorang yang berwajah bagus, berpakaian bagus dan harum baunya, seraya berkata,
“Bergembiralah dengan apa yang menggembirakanmu.
Inilah harimu yang pernah dijanjikan kepadamu.”
Si mukmin bertanya dengan heran,
“Siapakah engkau? Wajahmu merupakan wajah yang datang dengan kebaikan.”
“Aku adalah amal shalihmu. Demi Allah, aku tidak mengetahui dirimu melainkan seorang yang bersegera menaati Allah Subhanahu wa Ta'ala dan lambat dalam bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala membalasmu dengan kebaikan,” jawab yang ditanya

Kemudian dibukakan untuknya sebuah pintu surga dan sebuah pintu neraka, lalu dikatakan,
“Ini adalah tempatmu seandainya engkau dulunya bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, lalu Allah Subhanahu wa Ta'ala menggantikan bagimu dengan surga ini.”

Maka bila si mukmin melihat apa yang ada dalam surga, ia pun berdoa,
“Wahai Rabbku, segerakanlah datangnya hari kiamat agar aku dapat kembali kepada keluarga dan hartaku.”
Dikatakan kepadanya, “Tinggallah engkau.”

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melanjutkan penuturan beliau tentang perjalanan ruh.
Beliau bersabda, “Sesungguhnya seorang hamba yang kafir (dalam satu riwayat: hamba yang fajir) apabila akan meninggalkan dunia dan menuju ke alam akhirat, turun kepadanya dari langit para malaikat yang keras, kaku, dan berwajah hitam.
Mereka membawa kain yang kasar dari neraka. Mereka duduk dekat si kafir sejauh mata memandang. Kemudian datanglah malaikat maut hingga duduk di sisi kepala si kafir seraya berkata,

“Wahai jiwa yang buruk, keluarlah menuju kemurkaan dan kemarahan dari Allah Subhanahu wa Ta'ala.”
Ruh yang buruk itu pun terpisah-pisah/berserakan dalam jasadnya, lalu ditarik oleh malaikat maut sebagaimana dicabutnya besi yang banyak cabangnya dari wol yang basah, hingga tercabik-cabik urat dan sarafnya.
Seluruh malaikat di antara langit dan bumi dan seluruh malaikat yang ada di langit melaknatnya. Pintu-pintu langit ditutup. Tidak ada seorang pun malaikat penjaga pintu kecuali berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala agar ruh si kafir jangan diangkat melewati mereka.
Kemudian malaikat maut mengambil ruh yang telah berpisah dengan jasad tersebut, namun tidak dibiarkan sekejap mata pun berada di tangan malaikat maut melainkan segera diambil oleh para malaikat yang berwajah hitam lalu dibungkus dalam kain yang kasar.
Dan keluarlah dari ruh tersebut bau bangkai yang paling busuk yang pernah didapatkan di muka bumi. Kemudian para malaikat membawa ruh tersebut naik.
Tidaklah mereka melewati sekelompok malaikat kecuali mesti ditanya,
“Siapakah ruh yang buruk ini?”
Para malaikat yang membawanya menjawab,
“Fulan bin Fulan,”
disebut namanya yang paling jelek yang dulunya ketika di dunia ia dinamakan dengannya.
Demikian, hingga rombongan itu sampai ke langit dunia, mereka pun meminta dibukakan pintu langit untuk membawa ruh tersebut, namun tidak dibukakan.”
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam kemudian membaca ayat:
لاَ تُفَتَّحُ لَهُمْ أَبْوَابُ السَّمَاءِ وَلاَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى يَلِجَ الْجَمَلُ فِي سَمِّ الْخِيَاطِ

“Tidak dibukakan untuk mereka pintu-pintu langit dan mereka tidak akan masuk ke dalam surga sampai unta bisa masuk ke lubang jarum.” (Al-A’raf: 40)

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
‘Tulislah catatan amalnya di Sijjin, di bumi yang paling bawah.’
Lalu ruhnya dilemparkan begitu saja.”

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam kemudian membaca ayat:
وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللهِ فَكَأَنَّمَا خَرَّ مِنَ السَّمَاءِ فَتَخْطَفُهُ الطَّيْرُ أَوْ تَهْوِي بِهِ الرِّيحُ فِي مَكَانٍ سَحِيقٍ

“Dan siapa yang menyekutukan Allah maka seakan-akan ia jatuh tersungkur dari langit lalu ia disambar oleh burung atau diempaskan oleh angin ke tempat yang jauh lagi membinasakan.” (Al-Hajj: 31)

Si ruh pun dikembalikan ke dalam jasadnya yang dikubur dalam bumi/tanah.
Lalu ia didatangi dua orang malaikat yang sangat keras hardikannya.
Keduanya menghardiknya, mendudukkannya dan menanyakan kepadanya,
“Siapakah Rabbmu?”
Ia menjawab, “Hah… hah… Aku tidak tahu.”
Ditanya lagi, “Apa agamamu?”
“Hah… hah… Aku tidak tahu,” jawabnya.
“Siapakah lelaki yang diutus di tengah kalian?” tanya dua malaikat lagi.
Kembali ia menjawab, “Hah… hah… aku tidak tahu.”

Terdengarlah suara seorang penyeru dari langit yang menyerukan,
“Telah dusta orang itu.
Maka bentangkanlah untuknya hamparan dari neraka dan bukakan untuknya sebuah pintu ke neraka!”

Lalu datanglah kepadanya hawa panasnya neraka dan disempitkan kuburnya hingga bertumpuk-tumpuk/tumpang tindih tulang rusuknya (karena sesaknya kuburnya).
Kemudian seorang yang buruk rupa, berpakaian jelek dan berbau busuk mendatanginya seraya berkata,
“Bergembiralah dengan apa yang menjelekkanmu.
Inilah harimu yang pernah dijanjikan kepadamu.”

Si kafir bertanya dengan heran,
“Siapakah engkau?
Wajahmu merupakan wajah yang datang dengan kejelekan.”

“Aku adalah amalmu yang jelek.
Demi Allah, aku tidak mengetahui dirimu ini melainkan sebagai orang yang lambat untuk menaati Allah Subhanahu wa Ta'ala, namun sangat bersegera dalam bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala membalasmu dengan kejelekan,” jawab yang ditanya.

Kemudian didatangkan kepadanya seorang yang buta, bisu lagi tuli.
Di tangannya ada sebuah tongkat dari besi yang bila dipukulkan ke sebuah gunung niscaya gunung itu akan hancur menjadi debu.
Lalu orang yang buta, bisu dan tuli itu memukul si kafir dengan satu pukulan hingga ia menjadi debu. Kemudian Allah Subhanahu wa Ta'ala mengembalikan jasadnya sebagaimana semula, lalu ia dipukul lagi dengan pukulan berikutnya.
Ia pun menjerit dengan jeritan yang dapat didengar oleh seluruh makhluk, kecuali jin dan manusia. Kemudian dibukakan untuknya sebuah pintu neraka dan dibentangkan hamparan neraka,
maka ia pun berdoa,
“Wahai Rabbku! Janganlah engkau datangkan hari kiamat.”

Selasa, 15 Desember 2009

Tanda Gagal Ramadhan dan kiat-kiat untuk menghindarinya


1. Gampang mengulur shalat fardhu.
“Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka kelak mereka akan menemui kesesatan kecuali orang-orang yang bertaubat dan beramal shalih.” (Maryam: 59)

2. Malas menjalankan ibadah-ibadah sunnah.
“Dan hamba-Ku masih mendekatkan diri kepada-Ku dengan ibadah-ibadah sunnah, sampai Aku mencintainya.” (Hadits Qudsi)

3. Malas membaca Al-Qur’an.
“Ibadah ummatku yang paling utama adalah pembacaan Al-Qur’an.” (HR Baihaqi)

4. Mudah mengumbar amarah.
Nabi Saw bersabda: “Puasa itu perisai diri, apabila salah seorang dari kamu berpuasa maka janganlah ia berkata keji dan jangan membodohkan diri. Jika ada seseorang memerangimu atau mengumpatmu, maka katakanlah sesesungguhnya saya sedang berpuasa.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah).

5. Gemar bicara sia-sia dan dusta.
Umar ibn Khattab Ra berkata: “Puasa ini bukanlah hanya menahan diri dari makan dan minum saja, akan tetapi juga dari dusta, dari perbuatan yang salah dan tutur kata yang sia-sia.” (Al Muhalla VI: 178)

6. Menyia-nyiakan waktu.
Al-Qur’an mendokumentasikan dialog Allah Swt dengan orang-orang yang menghabiskan waktu mereka untuk bermain-main.
“Allah bertanya: ‘ Berapa tahunkah lamanya kamu tinggal di bumi?’
Mereka menjawab: ‘Kami tinggal di bumi sehari atau setengah hari. maka tanyakanlah kepada orang-orang yang menghitung.’
Allah berfirman: ‘Kamu tidak tinggal di bumi melainkan sebentar saja, kalau kamu sesungguhnya mengetahui.’ Maka apakah kamu mengira sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami? Maka Maha Tinggi Allah, Raja Yang sebenarnya; tidak Tuhan yang berhak disembah selain Dia, Tuhan yang mempunyai ‘Arsy yang mulia.” (Al-Mu’minun: 112-116)

7. Memutuskan tali silaturrahim.
Ketika menyambut datangnya Ramadhan Rasulullah Saw bersabda: “…Barangsiapa menyambung tali persaudaraan (silaturrahim) di bulan ini, Allah akan menghubungkan dia dengan rahmat-Nya. Barang siapa memutuskan kekeluargaan di bulan ini, Allah akan memutuskan rahmat-Nya pada hari ia berjumpa dengan-Nya…”

8. Thulul Amal (Panjang Angan-angan), bahwa akan bertemu lagi dengan ramadhan tahun depan.
Mereka yang paling banyak mengingat kematian dan yang paling bersungguh-sungguh mempersiapkn diri untuk menyambut kematian itu. Sungguh! Mereka inilah orang-orang yang paling jenius. Mereka pergi dengan kemuliaan dunia dan akherat”. (HR Ibnu Majah).

9. Tidak bersemangat mensyiarkan Islam.
Dalam kitab Tanbihul Ghafilin disebutkan Hudzaifah berkata: Nabi SAW bersabda artinya : ”Demi Allah yang jiwaku ada di tanganNya, kamu harus melakukan amar ma’ruf nahi mungkar, atau jika tidak melakukan itu berarti sudah hampir Allah akan menurunkan siksa padamu, kemudian kamu berdoa maka tidak diterima oleh Allah”





10. Rendah motivasi hidup berjama’ah.
“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam saatu barisan yang teratur, seakan-akan mereka seperti bangunan yang tersusun kokoh.” (Ash-Shaf: 4)

Barangsiapa yg menginginkan keluasan surga, maka hendaklah komitmen dengan jamaah. (HR Tirmidzi).

“Bismillahirrahmanirrahiim, ini adalah piagam dari Muhammad Nabi yang ummi, antara orang-orang mukmin dan muslim dari kalangan Quraisy (muhajirin dari Mekkah) dan Yatsrib (anshor penduduk Madinah) dan orang-orang yang mengikuti mereka dan yang berjihad bersama mereka, bahwasanya mereka itu adalah umat yang satu, yang berbeda dari yang lain”. (Ibnu Katsir, Al Bidayah wan Nihayah Juz II/620).

11. Malas membela dan menegakkan kebenaran.
Dan apabila diturunkan suatu surat (yang memerintahkan kepada orang munafik itu): "Berimanlah kamu kepada Allah dan berjihadlah beserta Rasul-Nya", niscaya orang-orang yang sanggup di antara mereka meminta izin kepadamu (untuk tidak berjihad) dan mereka berkata: "Biarkanlah kami berada bersama orang-orang yang duduk".
Mereka rela berada bersama orang-orang yang tidak berperang, dan hati mereka telah dikunci mati maka mereka tidak mengetahui (kebahagiaan beriman dan berjihad). (TQS At Taubah 86-87)

12. Tidak mencintai kaum dhuafa.
"Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah seupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir; seratus biji Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Mahaluas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui." (QS. Al-Baqarah [2] : 261).

Sebaik-baik sedekah adalah harta yang berasal dari selebihnya keperluan (HR. Imam Bukhari dari Abu Hurairah)

Tangan di atas (memberi) itu lebih baik dari tangan di bawah (meminta), mulailah dari orang yang menjadi tanggunganmu, dan sebaik-baik sedekah adalah dari selebihnya keperluan (HR. Nasa’i, Muslim, dan Ahmad dari Abu Harairah)

Sedekah (zakat) itu hanya diperuntukkan bagi para fakir miskin… (TQS. at-Taubah [9]: 60)

Di dalam harta mereka, terdapat hak bagi orang miskin yang meminta-minta yang tidak mendapatkan bahagian. (TQS. adz-Dzariyat [51]: 19)

Siapa saja yang menjadi penduduk suatu daerah, di mana di antara mereka terdapat seseorang yang kelaparan, maka perlindungan Allah Tabaraka Wata’ala terlepas dari mereka. (HR. Imam Ahmad)

Tidaklah beriman kepada-Ku, siapa saja yang tidur kekenyangan, sedangkan tetangganya kelaparan, sementara dia mengetahuinya. (HR. al-Bazzar)

Pada tahun kedua masa kepemimpinannya, Umar bin Abdul Aziz menerima kelebihan uang Baitul Mal secara berlimpah dari gubernur Irak. Beliau lalu mengirim surat kepada gubernur tersebut: “Telitilah, barang siapa berhutang, tidak berlebih-lebihan dan foya-foya, maka bayarlah hutangnya”. Kemudian gubernur itu mengirim jawaban kepada beliau: “Sesungguhnya aku telah melunasi hutang orang-orang yang mempunyai tanggungan hutang, sehingga tidak ada seorang pun di Irak yang masih mempunyai hutang, maka apa yang harus aku perbuat terhadap sisa harta ini?” Umar bin Abdul Aziz mengirimkan jawaban: “Lihatlah setiap jejaka yang belum menikah, sedangkan dia menginginkan menikah, kawinkanlah dia dan bayar mas kawinnya” Gubernur itu mengirimkan berita lagi bahwa dia sudah melaksanakan semua perinahnya, tetapi harta masih juga tersisa. Selanjutnya Umar bin Abdul Aziz mengirimkan surat lagi kepadanya: “Lihatlah orang-orang Ahlu adz-Dzimmah yang tidak mempunyai biaya untuk menanami tanahnya, berilah dia apa-apa yang dapat mensejahterakannya.” Dalam kesempatan lain, Umar bin Abdul Aziz memerintahkan pegawainya untuk berseru setiap hari di kerumunan khalayak ramai, untuk mencukupi kebutuhannya masing-masing. “Wahai manusia! Adakah diantara kalian orang-orang yang miskin? Siapakah yang ingin kawin? Kemanakah anak-anak yatim?” Ternyata, tidak seorang pun datang memenuhi seruan tersebut.

Ahlu adz-Dzimmah adalah Orang non-Muslim yang hidup di bawah naungan Negara Khilafah.

Dalam aqad dzimmah yang ditulis oleh Khalid bin Walid untuk menduduk Hirah di Irak yang beragama Nasrani, disebutkan: “Saya tetapkan bagi mereka, orang yang lanjut usia yang sudah tidak mampu bekerja atau ditimpa suatu penyakit, atau tadinya kaya kemudian jatuh miskin, sehingga teman-temannya dan para penganut agamanya memberi sedekah; maka saya membebaskannya dari kewajiban membayar jizyah. Dan untuk selajutnya dia beserta keluarga yang menjadi tanggungannya, menjadi tanggungan Baitul Mal kaum Muslim.” Peristiwa ini terjadi pada masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar as-Shiddiq ra. (Diriwayatkan dari Abu Yusuf dalam kitabnya al-Kharaj, hal. 144.)

13. Salah dalam memaknai akhir Ramadhan.
“Wahai orang-orang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Al-Hasyr: 18)

“(1) Haa Miim (2) Demi Kitab (Al Qur'an) yang menjelaskan, (3) sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. (4) Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah, (5) (yaitu) urusan yang besar dari sisi Kami. Sesungguhnya Kami adalah Yang mengutus rasul-rasul, (6) sebagai rahmat dari Tuhanmu. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui,” ( Ad Dukhan 1-6)

“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada malam kemuliaan. Tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan. Pada malam itu malaikat-malaikat dan Jibril dengan ijin Tuhan mereka untuk mengatur segala urusan. Malam itu penuh kesejahteraan sampai terbit fajar.”(QS. Al-Qadr (97): 1-5)

14. Sibuk mempersiapkan Lebaran.
Kebanyakan orang semakin disibukkan oleh urusan lahir dan logistik menjelah Iedul Fitri. Banyak yang lupa bahwa 10 malam terakhir merupakan saat-saat genting yang menentukan nilai akhir kita di mata Allah dalam bulan mulia ini. Menjadi pemenang sejati atau pecundang sejati. Konsentrasi pikiran telah bergeser dari semangat beribadah, kepada luapan kesenangan merayakan Idul Fitri dengan berbagai kegiatan, akibatnya lupa seharusnya sedih akan berpisah dengan bulan mulia ini.

15. Idul Fitri dianggap hari kebebasan.
Secara harfiah makna Idul Fitri berarti “hari kembali ke fitrah”. Namun kebanyakan orang memandang Idul Fitri laksana hari dibebaskannya mereka dari “penjara” Ramadhan. Akibatnya, hanya beberapa saat setelah Ramadhan meninggalkannya, ucapan dan tindakannya kembali cenderung tak terkendali, syahwat dan birahi diumbar sebanyak-banyaknya. Mereka lupa bahwa Iedul Fitri seharusnya menjadi hari di mana tekad baru dipancangkan untuk menjalankan peran khalifah dan abdi Allah secara lebih profesional. Kesadaran penuh akan kehidupan dunia yang berdimensi akhirat harus berada pada puncaknya saat Iedul Fitri, dan bukan
Nasehat luqmanul hakim
"Wahai anakku! Sepanjang hidupku. Aku hanya dapat memilih 8 kalimah dari pusaka para nabi yang lalu, sabda mereka :

** Apabila engkau mengerjakan sembahyang dan beribadah kepada Allah, maka jagalah baik-baik fikiranmu.

** Apabila engkau berada di rumah orang lain, hendaklah kamu menjaga matamu (pandangan matamu).

** Apabila engkau berada di tengah-tengah majlis, hendaklah kamu menjaga lidahmu (perkataanmu).
** Apabila engkau hadir dalam jamuan makan, hendaklah kamu menjaga perangaimu.

** Ingatlah kepada Allah s.w.t.

** Ingatlah akan mati.

** Lupakanlah budi baikmu terhadap orang lain.

** Lupakanlah semua kesalahan orang terhadap dirimu.
vgvfdgvfgfgfggf

Senin, 14 Desember 2009